LOMBA AKSI (AJANG KREASI SENI ISLAM) SD/MI SE DIY DI MTs NURUL UMMAH

Rabu, 17 Februari 2010

Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, MTs Nurul Ummah (MANU) Kotagede bekerja sama dengan KAMANUTA (Keluarga Alumni Madrasah Aliyah Nurul Ummah Kotgede Yogyakarta) mengadakan Lomba AKSI ( Ajang Kreasi Seni Islam ) tingkat SD/MI se-DIY yang insya Allah akan dilaksanakan pada:

Hari/tanggal : Sabtu, 6 Maret 2010

Jam : 08.00 WIB – selesai

Tema : “Dengan AKSI SD/MI, Kita bangun generasi Islam sejak dini”

Dengan ketentuan dan syarat pendaftaran:

1. Pendaftaran mulai Sabtu, 6 Februari sampai Kamis, 4 Maret 2010 (dua hari sebelum acara pelaksanaan), dimulai pukul 08.00-13.00 WIB di sekretariat panitia.

2. Peserta mendaftarkan diri secara langsung ke sekretariat panitia.

3. Syarat-syarat pendaftaran :

a. Mengisi formulir pendaftaran

c. Menyerahkan surat pengantar dari sekolah.

d. Menyerahakan Pas photo 3x4 sebanyak 2 lembar.

e. Menyerahkan uang pendaftaran sebesar :

Ø Rp. 20.000,00 untuk setiap siswa (lomba MHQ, MTQ, dan Kaligrafi)

Dengan fasilitas: Snack, minum, makan siang, sertifikat, stiker dan ID card

Ø Rp. 35.000,00 untuk setiap siswa (lomba Pildacil)

Dengan fasilitas: Buku, snack, minum, makan siang, sertifikat, stiker dan ID card

Ø Rp. 40.000,00 untuk setiap kelompok ( Lomba CCA)

Dengan fasilitas: Snack, minum, makan siang, sertifikat, stiker dan ID card

4. Informasi lebih lanjut hubungi sekretariat Lomba AKSI (Ajang Kreasi Seni Islam) SD/MI MTs Nurul Ummah di Jl Raden Ronggo, KG II / 982, Prenggan, Kotagede Yogyakarta 55172, no telp (0274) 7867851.

5. Peserta terbatas

6. Contak Person:

Akhmad Khalwani : 085643515895

Fitri Yasinta : 085328023338

Fathul Umam : 081915555667

Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

Sabtu, 06 Februari 2010


Isitilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.

Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.

Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut

DEMOKRASI


A. Beberapa Pengertian dan Bentuk

Istilah Demokrasi istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yakni berasal dari akar kata demos yang berarti rakyat dan kratos/kratien yang berarti kekuasaan/berkuasa. Sehingga kurang lebih demokrasi dapat diartikan sebagai ‘kekuasaan/kedaulatan yang terletak di tangan rakyat’. Istilah demokrasi sendiri memiliki berbagai macam bentuk. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demorasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, dan demokrasi nasional. Sementara di Indonesia juga dikenal dengan nama demokrasi pancasila. Semua konsep tersebut memakai istilah demorasi yang menurut asalnya bermakna “rakyat yang berkuasa” atau “gaverment or rule by the people”.

Menurut tafsir R. Kranenburg perkataan demokrasi yang terbentuk dari dua istilah yunani tersebut, maknanya adalah cara memrintah oleh rakyat. Di tinjau lebih dalam lagi tentang makna demokrasi ini ialah cara pemerintahan yang dilakukan oleh dan atas nama seorang diri (misalnya oleh seorang raja yang berkuasa mutlak). Selain itu, termasuk dalam pengertian demokrasi ialah cara pemerintahan Negara yang disebut “autocratie” atau ”oligarchie”, yakni pemerintahan yang dilakukan oleh segolongan kecil manusia saja, yakni menganggap dirinya sendiri tercangkup dan berhak untuk mengambil dan melakukan segala kekuasaan di atas segenap rakyat.

Menurut M. Durverger demokrasi adalah termasuk cara pemerintahan dimana golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya satu system pemerintahan Negara, yang dalam pokoknya, semua orang (rakyat) memiliki hak yang sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.

Di antara sekian banyak aliran pemikiran yang dinamakan demokrasi, ada dua kelompok aliran yang paling penting, yaitu:

1. Demokrasi Konstitusional

Ciri khas dari demokrasi konstitusional adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan melakukan bertindak sewenang-wengan terhadap warga negaranya. Kekuasaan Negara dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip itu dikenal dengan Rechsstaat (Negara Hukum) dan Rule of Law.

2. Demokrasi Komunis

Demokrasi yang mendasarkan dirinya pada komunisme mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaannya (machsstaat) dan yang bersifat totaliter. Negara dianggap sebagai suatu alat pemaksa yang akhirnya akan lenyap sendiri dengan munculnya masyarakat komunis. Atau dengan kata lain, Negara hanya merupakan suatu lembaga transisi yang dipakai dalam perjuangan untuk menindas lawan-lawan dengan kekerasan.

Tidak dapat dibantah bahwa demokrasi merupakan asas dan system yang paling baik di dalam system politik dan ketatanegaraan. Khazanah pemikiran dan preformasi tentang ini, yaitu demorasi adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan lainnya. Sebuah laporan studi yang disponsori oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO, pada awal tahun 1950-an menyebutkan bahwa tidak ada satu tanggapan yang menolak “demokrasi” sebagai landasan dan system yang paling tepat dan ideal bagi semua organisasi politik dan organisasi modern.

Masalah yang belum sampai pada titik temu di sekitar perdebatan tentang demokrasi itu adalah bagaimana mengimplementasikan demokrasi itu di dalam praktik. Berbagai Negara telah menentukan jalurnya sendiri-sendiri, yang tidak sedikit diantaranya justru memperaktikan cara-cara atau mengambil jalur yang sangat tidak demokratis, kendati di atas kertas menyebutkan “demokrasi” sebagai asasnya yang fundamental. Oleh karena itu, studi tentang politik telah sampai pada tahap identifikasi bahwa fenomena demokrasi itu dapat dibedakan atas demokrasi normatif (essence) dan demokrsi empirik (preformance). Demokrasi normatif menyangkut rangkuman gagasan-gagasan atau idealisme tentang demokrasi yang terletak di dalam alam filsafat, sedangkan demokrasi empirik adalah pelaksanaannya di lapangan. Pada kenyataanya hal yang banyak terjadi adalah antara demokrasi empirik tidak selalu paralel dengan gagasan normatifnya.

B. Sistem dan Praktik Demokrasi Di Indonesia

Di Indonesia, atas dasar demokratis, rechsstaat dikatakan sebagai “ Negara kepercayaan timbal balik (de staat van het wederzijds vertrowen)”, yaitu kepercayaan dari rakyat pendukungnya bahwa kekuasaan yang diberikan tidak akan disalahgunakan dan kepercayaan dari penguasa bahwa dalam batas kekuasaanya dia mengharapkan kepatuhan dari rakyat pendukungnya. Untuk mendukung hal tersebut maka terbentuklah sebuah kesepakatan bersama berupa:

a. adanya undang-undang dasar atau konstitusiyang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.

b. Adanya pembagian kekuasaan Negara, yang meliputi: kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat, tetapi juga antara penguasa dan rakyat, dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig betuur).

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Praktik kehidupan demokratis, sebagaimana banyak terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang,-- termasuk Indonesia—sering terkecoh pada format politik yang kelihatannya demokratis, tetapi dalam praktiknya berwujud otoriter. Hal ini terlihat ketika UUD 1945 ditetapkan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan bertekat untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Akan tetapi, pelaksanaannya belum dapat terwujud pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966) karena pemerintahan (Orde Lama) waktu itu cenderung memusatkan kekuasaannya pada presiden saja, yang akhirnya Indonesia, pada akhir 1965 berada di ambang kehancuran baik secara politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan keamanan.

Hal serupa terjadi pada masa rezim Soeharto (Orde Baru), yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan pada diri Presiden, telah membawa bangsa Indonesia pada diri presiden, membawa bangsa Indonesia di ambang krisis multi dimensi dan akhirnya orde baru jatuh pada tahun 1998. sejak jatuhnya rezim orde baru tuntutan yang muncul ketika itu adalah otonomi daerah segera direalisasikan atau pilihan arah perubahan bentuk Negara federal. Akibatnya derasnya arus tuntutan daerah terhadap pusat itulah akhirnya dikeluarkan UU No. 22 tahun 1999 yang lebih menekankan pada otonomi luas.

Setiap tahap pergantian rezim selalu mengandung harapan-harapan baru berupa kehidupan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Jatuhnya Orde Lama yang digantikan Orde baru, yang ditandai dengan ikut sertanya para teknokrat dari dunia akademis di pemerintahan, pada mulanya membawa angina segar dan harapan baru dalam kehidupan politik di Indonesia. Namun akibat inkonsistensi dalam sikap dan pemikiran dalam menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, pada akhinya orde baru terseret dalam praktik-pragtikpemerintahan pragmatis dan otoriter. Akibatnya hokum ditundukan untuk mengabdi kepada sistem kekuasaan represif.

Referensi:

Huda, Nikmatul.2007. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers

Demokrasi dan Kompeksitas, tulisan Budi Hardiman dalam SKH Kompas edisi; Rabu 28 November 2007

Bebek dan Kesombongan Elang


Oleh: Mahmuddin Ridlo

Semenjak itik berteman dan tinggal seatap dengan pipit, pelatuk, dan jalak, mereka menjadi tidak kesepian lagi. Walaupun itik adalah jenis unggas yang tidak bisa terbang, namun itik dikenal dengan budi pekerti yang baik dan suka menolong siapa pun. Suasana damai selalu menyelimuti kebersamaan mereka, baik dalam duka maupun suka.

Namun, suasana indah itu berubah, manakala si raja udara datang dengan maksud yang tak diinginkan. “Sudah kubilang beberapa kali pada kalian, jangan berteman dengan itik, dia berbeda dengan kita,” kata elang.

“Memang, itik berbeda dengan kita, tapi haruskah kita menjauhinya?” tanya pipit tidak terima.

“Benar, tak pantas kita bermusuhan hanya karena masalah yang sepele, yakni berbeda atas kekurangan. Toh, itik juga memiliki kelebihan,” bela jalak.

“Apa? Apa kelebihannya itik, dia hanya unggas yang bersayap, tapi pertubuhannya gemuk, dan jari kakinya yang tak runcing, malahan ada selaputnya lagi,...ha…ha...ha…,” elang tertawa terbahak-bahak. Elang kembali terbang. Ia mengepakkan sayapnya yang kokoh ke angkasa. Berlalu meniggalkan itik yang sakit hati.

***

Senja menjelma sore. Musim kemarau berakhir. Kini, musim pancaroba tiba. Sang surya mulailah beristirahat di balik gumpalan-gumpalan awan hitam. Bertanda hujan pembuka musim hujan akan tiba. Bermula dari hujan rintik-rintik yang mengguyur setiap harinya, akhirnya terjadilah erosi dari bukit ke lembah, di mana di bawahnya hutan berada. Air yang mengangkut lumpur itu turun ke hutan.

Namun, ada yang masih bingung mencari sarangnya yang mungkin sudah hanyut di dalam lumpur. Ia terus terbang bersama terpaan rintikan hujan yang semakin deras. Akhirnya, tubuhnya terhuyung, karena tak bisa menjaga keseimbangan dan ketahanan tubuh terhadap udara dingin. Ia terjungkal dalam lumpur.

“Tolong… Tolong aku hampir tenggelam,” jerit elang hampir tengelam. Semua yang berkecambuk di hati itik sudah tak dihiraukan lagi. Ia tak tega kondisi elang di ujung maut. Ia langsung berenang dan menarik kuat-kuat sayap elang dengan perlahan-lahan ke daratan.

Elang tak menyangka jika yang menolongnya adalah itik yang selama ini diejeknya habis-habisan.Tak lama kemudian, mereka saling memaafkan apa yang sudah terjadi. Itik pun menerimanya dengan lapang dada. ‘Tak ada gading yang tak retak’, semua makhluk hidup pasti mempunyai kekurangan dan kelebihannya.

Penulis, siswa MTs Nurul Ummah, Kotagede, Yogyakarta.

Status bar


Adalah bagian jendela bar yang berfungsi menampilkan informasi berkenaan dengan dokumen yang sedang dikerjakan. Adapun data yang ditampilkan adalah sebagai berikut:

  1. Page Number : informasi nomor halaman yang sedang dikerjakan
  2. Section number : informasi bagian ( section) dopkumen yang sedang ditampilkan
  3. Number/number : informasi halaman ke … dari total halaman sebuah file yang dibuat.
  4. At : informasi jarak letak kursor dari atas halaman
  5. Ln : informasi letak kursor pada baris berapa berada
  6. Col : informasi letak kursor dihitung dari batas kiri halaman.

Menu Bar

Menu bar terdiri dari 9 menu yang berkaitan dengan perintah yang sering digunakan ketika membuat dokumen. Untuk mengaktifkan menu bisa dilakukan dengan klik mouse pada menu yang dinginkan. Atau dengan tekan tombol alt+ huruf bergaris bawah di menu yang diinginkan. Menu-menu tersebut adalah:

  1. File : menu file terdiri atas New ( dokumen Baru), Open ( membuka file), Close (menutup Dokumen), Save (menyimpan Dokumen), save As, Print (mencetak dokumen), Print Preview, Page Setup (mengatur Kertas), exit (Mengakhiri Program)
  2. Edit : Menu edit Terdiri atas Undo (Mengulang perintah), Copy ( mengopi), Cut (Menghapus Teks), Paste (Menyalin), Find ( Mencari Teks), Replace ( Mengganti Teks).
  3. View : Menu ini terdiri atas Toolbar (berkaitan dengan tampilan jendela word), zoom (perbesaran) dll.
  4. Insert : Menu insert terdiri atas Page Number (pemberian Halaman dokumen), Picture (memasukkan Gambar), footnote (catatan Kaki) dll.
  5. Format : Menu format terdiri atas Font ( Huruf), Paragraf, Bullet and Numbering (pemberian nomer otomatis), coloumn, dll.
  6. Tools : Menu tools terdiri atas spelling dang rammer, translate, auto correct, options.
  7. Table : Menu Table berkaitan dengan pengolahan data pada saat kita membuat table di MS-Word. Terdiri dari Insert Tabel, delete table,select table.
  8. Windows : mengatur tampilan jendela MS-Word. Terdiri atas New Window, Arrange Window, Split Window.
  9. Help : Menu Help Berisi bantuan yang berkaitan dengan pengggunaan MS-Word

Pengertian Demokrasi


Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Dimensi Kehidupan


Kucoba tuk kabur,

terlanjur diri terbelenggu.

Kucoba tuk sembunyi,

terlanjur bashir Tuhan tahu.

Kuingin terbang,

namun sayap patah.

Kuingin menahan,

namun kulit mengelupas.

Kesendirianku,

selalu kau hantui.

Kerinduanku,

selalu kau hiraukan.

Kebebasanku,

selalu kau jaga

Mahmuddin Ridlo,

MTs Nurul Ummah, Kotagede, Yogyakarta.

Kemampuan Bahasa Inggris


Kemampuan berbahasa Inggris pada setiap siswa memang berbeda-beda. Hal itu mungkin bisa dikarenakan cara belajarnya yang bermacam-macam, semangat belajarnya atau pas lagi mood-nya pakai menggunakan bahasa Inggris. Hal ini juga tak lepas dari semboyan negara kita yaitu, Bhineka Tunggal Ika, ya nggak?

Bersangkutan dengan hal di atas, Saya punya suatu kenangan di kelas saat pelajaran bahasa Inggris..

Pada suatu ketika, guru bahasa Inggris saya heran. Mengapa kemampuan bahasa Inggris saya dan teman-teman saya selalu bervariasi. Artinya, saat ditanya arti bahasa Indonesianya ada yang bisa dan tidak.

“Coba Kamal, apa bahasa Iggrisnya counter?” tanya Guru bahasa Inggris saya suatu saat.

Karena dia paham sekali tentang dunia HP, Dia menjawab, “Pusat, Paaak”.

Usut punya usut. Guru saya berpendapat bahwa kemampuan bahasa Inggris siswa di kelas saya berbeda-beda karena banyak sedikitnya bahasa Inggris yang dekat dengan kehidupan keseharian kami. Maksudnya, apa saja kata bahasa inggris yang sering kami temui dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya guru saya bertanya, “Ria, apa bahasa Inggrisnya orang yang suka buat masalah?”

Ketika Ria, teman saya yang sering membuat saya dan teman saya -maaf- kesal, Teman sekelas spontan berteriak, “Trouble maker, Paaak”.

Mahmuddin Ridlo, siswa MTs Nurul Ummah, Yogyakarta.

BERDUKA

tuk Kota Solo

Bocah-bocah tak lagi memancing

tak lagi berenang

mengumbar kegembiraan.

Kini, sudah menjelma neraka

yang siap menjilat nyawa.

Bersabarlah, nak.

Sungai kebanggaan itu

meluapkan untahan dari perutnya.

Sekali lagi bersabarlah, nak…

Karena menjinjing dan menggendong bawaan,

lebih baik dari memancing dan berenang.

Selama lilin belum meredup

oleh terpaan hawa dingin dan panas,

sulutkan semangat bangkit!!!

13.15, 27/12/07

Mahmuddin Ridlo,

siswa MTs Nurul Ummah, Yogyakarta

Jerit Tangisku

Rintikan mutiara melesat derasnya.

Mereka menari-nari dan melompat-lompat

selama rotasi bumi tak kunjung reda jua.

Nestapa di ambang pintu.

Malaikat maut memasang muka seram.

Kami takut…

Cukup sudah dua belas tempat tinggal kami…

Cukup sudah sawah, peternakan, keduniawiaan kami

jadi bulanan.

Tak dipungkiri, hatiku…Indonesiaku…berkabung.

12.58, 27/12/07

Mahmuddin Ridlo,

siswa MTs Nurul Ummah, Yogyakarta

Sampai Kapan Bencana Terhenti…

Mentereng caya sumber kehidupan

masih seukuran tombak, tiba di peraduan.

Helaian hawa segar masih melenakan.

Ku mulai menyantap lembaran-lembaran informasi,

Mengeja kalimat, tuk buka jendela dunia.

Tiba-tiba, semua syaraf tercekik.

Hamparan surga zamrud katulistiwa ini,

luluh lantak.

Tak sanggup pita hitam, mawar, dan kembang kamboja

melupakan goresan luka ini.

Dalam luka yang membabi buta masih mengerang;

Kapan negeri ini hidup tenang?

Hus, jangan bodoh, ini sir Illahi!

14.42, 27/12/07

Mahmuddin Ridlo,

siswa MTs Nurul Ummah, Yogyakarta

1. Sir Illahi: rahasia Tuhan

Surat Tantangan


Oleh: Mahmuddin Ridlo

“Gooooooooool…!” Jerit Andi dengan suaranya yang memekakan telinga. Ia menyambut kawannya, Fadli yang telah berhasil memasukan bola ke gawang Didi.

“Gimana sih kamu Di? Bisa nangkap bola nggak? Kalo gak bisa ditabrak aja,” olok Gatot. Orang yang dimarahi itu hanya diam, dia sendiri pun juga tidak setuju dengan permainan Gatot yang egois sendiri.

Dua tim sepak bola sedang bertanding dengan serunya. Sepanjang jalanya pertandingan, kedua tim tidak mau mengalah, bahkan sering terjadi pelangagaran, karena kedua tim yang merasa dirugikan dan tidak terima. Bola digiring, diumpan, dan ditendang, begitu seterusnya.

“Priiit…priiit…priiiiiit…,” Anton meniupkan peluit panjang tanda pertandingan usai.

Bola pun ditendang keluar lapangan. Fadli, Andi, Anang, dan teman-temanya hendak berjabat tangan Gatot dan teman-temannya.

“Hah, waktu habis!” kesal Gatot. Dalam batinnya ada perasaan tidak terima atas nasib timnya yang kalah tipis dari timnya Fadli, 4-3.

“Sudah Tot, terima saja kekalahan kita, mungkin menang bukan nasib kita saat ini,” kata Indra memberi nasihat pada Gatot.

Gatot semakin gusar sendiri. Dalam permainan itu, Ia berusaha tampil ngotot sekali. Skil individualitas ia tampilkan untuk menjadi jenderal lapangan. Namun, sayangnya Gatot kurang mempunyai rasa kerja sama pada timnya.

“Cuih, awas kamu, ini belum berakhir, masih ada leg kedua,” kata Gatot. Fadli dan teman-temanya tidak tahu apa yang dimaksud dengan perkataan Gatot tadi.

Mereka langsung pergi meninggalkan lapangan, sesaat hilang ditelan pepohonan rindang yang besar. Disekitar lapangan.

***

Selamanya kekalahan atas timn yang selalu menang dalam setiap pertandingan, tidak akan pernah dilupakan oleh pemin-pemainya. Bagi Gatot, Kekalahan harus dibalas dengan kemenangan yang mutlak. Pertandingan demi pertandingan yang pernah dijalani Singa Hutan, julukan kesebelasan Gatot tak pernah kalah, kalaupun seri, mereka akan membalas dengan angka mutlak diperjumpaan yang akan datang.

“Mereka harus diberi pelajaran,” putus Gatot.

“Siapa, Tot,” tanya Didi.

“Fadli dan anak buahnya. Tunggu saja,” awas Gatot.

Gatot pergi menuju kelasnya. Sepertinya ia menulis sesuatu dan menggambar tanda menantang di atas kertas sobekan itu.

Dia terus berjalan menyusuri koridor sekolah yang tampak ramai. Tangannya mengepal, mukanya merah, dan sorot matanya tajam, bak petinju memasuki ring tinju.

Suasana kelas Fadli sepi, biasanya mereka istirahat langsung ke kantin sekolah. Gatot mendobrak meja Fadli hingga berantarakan. Surat tantangan itu diletakkanya diatas meja.

Selesai sudah siasat yang telah Gatot susun. Kini, tinggal menungu tindakan Fadli, di sana tertulis kata di bawah kertas; ‘Kalo lo nggak mau dikatakan pengecut, terima tantangan ini.’

***

Selesai membaca surat itu, Fadli menaggapinya dengan kepala dingin. Walaupun itu surat kaleng yang tak ditulis nama pengirimnya, Fadli bisa menebak siapakah pengirimnya..

Sementara itu, Gatot terus berlatih, siang-sore, panas-hujan tidak Gatot hiraukan. Namun, tibas-tiba Gatot sakit, karena latihan sepak bolanya yang tidak diatur.

Tibalah hari yang dinantikan. Kabar burung heboh menyelimuti seisi sekolah. Sejak kemarin Gatot tidak masuk, ternyata ia sakit demam dan meriang.

“Teman-teman yuk kita jenguk Gatot saja. Sepak bolanya batal,” ajak Fadli pada teman-temannya.

“Lho, pertandingannya kan sekarang. Kita jangan mau dikatakan pengecut,” tolak Andi.

“Sudahlah, sekarang ikut aku saja ke rumah Gatot, yuk,” ajak Fadli sekali lagi. Mereka tahu apa yang dimaksud Fadli adalah baik.

Di rumah Gatot, Ia terbaring lemas. Ibunya mempersilahkan Fadli dan teman-temannya masuk. “Gatot! ada teman-temanmu,” kata Ibu Gatot.

Betapa kaget raut wajah Gatot mengetahui siapa yang datang menjengunknya. Gatot terharu dan meminta maaf atas kelakuannya selama ini dan tentang surat tantangan itu.

Mereka tenggelam dalam canda. Akhirnya Fadli dan teman-temannya berjabat tangan dengan Gatot sebagai tanda persahabatan. (Penulis, murid MTs Nurul Ummah, Kotagede, Yogyakarta)

Pro Kontra MBS: Sebaiknya Belajar dari Pengalaman



SEBENARNYA saya tidak bermaksud untuk secara terus-menerus berpolemik tentang manajemen berbasis sekolah (MBS) dengan Sutedjo. Akan tetapi, karena Sutedjo menanggapi ulang tanggapan saya tentang MBS (Kompas, 28/9/2001)-dan tanggapan Sutedjo perlu "diluruskan"-maka saya mencoba untuk menanggapinya kembali. Tujuannya bukan untuk "berdebat kusir", tetapi ingin saling membagi pengalaman dan agar kita memahami bahwa pada dasarnya tidak ada model manajemen pendidikan yang paling baik di antara model manajemen pendidikan yang ada.

Yang sangat saya khawatirkan dari pola pikir Sutedjo adalah karena dia selalu meminta kita untuk menyimak enam
tahapan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) yang diisyaratkan Depdiknas (Kompas, 31/8/2001 dan 28/9/2001). Jika Sutedjo "memaksakan kehendak" agar MPMBS dilaksanakan sesuai dengan keenam tahapan itu, maka pertanyaannya adalah apakah kalau tidak melaksanakan keenam tahapan tadi lalu sekolah tidak ber-MBS ria? Dan, kalau saya hanya mencantumkan tiga/empat pilar MBS, lantas saya dianggap mereduksi sebuah pemikiran?

***

AMBRUKNYA tatanan kehidupan kita selama ini, sebagaimana sering dirasakan oleh setiap orang, adalah karena kita terbelenggu dalam pola keseragaman yang mengungkung kreativitas kita. Selama sekitar 32 tahun pola hidup kita-termasuk pola pendidikannya-harus mengikuti satu komando atau satu aturan dari pusat. Tidak ada seorang pun yang boleh berbeda. Akibatnya, tertimbunlah stigma (luka psikologis) yang sewaktu-waktu dapat menjadi bom waktu. Dan, benar, begitu era reformasi lahir, keseragaman itu kita tuding menjadi biang keladi segala kehancuran sistemik yang ada dalam semua aspek kehidupan.

Salah satu bentuk yang paling menonjol dari kesalahan masa lalu adalah tidak tersedianya wadah untuk berbeda pendapat, untuk berbeda warna, dan untuk beragam. Semuanya harus sama, satu, dan seragam. Jika tidak, maka kita akan dianggap "tidak loyal", "pembangkang" atau "orang-orang yang harus disingkirkan". Pusat sangat dominan, sehingga daerah hanya menjadi "pelaksana" saja.

Di era otonomi daerah yang berimplikasi kepada otonomi pendidikan dan otonomi sekolah, sudah sepantasnya kalau kita memberikan "kebebasan" kepada sekolah untuk berimprovisasi dan melaksanakan MBS sesuai kemampuannya. Tidak harus menunggu sampai bisa melaksanakan keenam langkah sebagaimana yang ditegaskan Sutedjo.

Oleh karena itu, jika saya selalu mengatakan bahwa hanya ada tiga (sekarang berkembang menjadi empat) pilar MBS sebagaimana dikembangkan pada Kegiatan Rintisan MBS, maka sebenarnya tidak ada niatan untuk mereduksi pemikiran dan langkah yang berderet-deret itu. Yang penting adalah bagaimana suatu sekolah dapat mengembangkan (1) transparansi manajemen sekolah, (2) pembelajaran aktif dan efektif, (3) pembelajaran yang menyenangkan, dan (4) peran serta masyarakat.

Dalam Kegiatan Rintisan Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan yang dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Mojokerto dan Probolinggo untuk Provinsi Jawa Timur, MBS tidak harus dilaksanakan dengan cara yang serta merta. Yang penting adalah ada upaya ke arah yang lebih positif sesuai dengan model MBS. Semua itu bertujuan mengarah kepada upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya di SD.

Nah, jika Sutedjo memang bergerak pada jenjang SMU, maka silakan saja. Yang penting adalah sama-sama memiliki visi dan misi yang jelas ke arah peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini, maka saya sangat sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Sinung D Kristanto, Kepala Kantor Unicef Surabaya, yang mengatakan bahwa pemisahan antara pembelajaran aktif dan pembelajaran menyenangkan semata-mata karena perbedaan aksentuasinya. Unicef lebih menohok kepada joyful learning, sebab yang penting adalah bagaimana anak-anak bisa belajar dengan senang. Selain anak-anak, guru dan orangtua/wali murid pun harus senang. Dengan demikian, maka hak anak-anak untuk memperoleh pendidikan benar-benar terwujud. Dan, pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang merindukan anak, bukan yang memenjarakan kreativitas anak.

Untuk mencapai sasaran MBS, maka peran guru, kepala sekolah, pengurus BP3, wali murid, dan para stakeholder yang kemudian tergabung dalam Dewan Sekolah hendaknya benar-benar dapat duduk bersama, berembuk bersama, menentukan visi dan misi pendidikan ke depan. Ini tidak berarti akan menghilangkan semua peran pusat maupun provinsi. Sebab, di samping ada desentralisasi, masih berlaku dekonsentrasi.

***

JIKA kita menyadari bahwa sebenarnya MBS hanyalah salah satu model manajemen yang dikembangkan di Indonesia sekarang (dengan segala kekuatan dan kelemahannya), maka semestinya kita berupaya untuk mencapai hasil sesuai dengan kapasitas kita masing-masing. Kita tidak perlu mengharuskan orang lain melakukan sesuatu di
luar batas kemampuannya. Apalagi kita tidak bisa menjamin bahwa sebuah model manajemen yang kini kita terapkan, akan selamanya dipakai. Sebab, setiap inovasi akan disusul oleh inovasi berikutnya.

(Achmad Sapari, pengawas TK/SD di Probolinggo )