tuk
Bocah-bocah tak lagi memancing
tak lagi berenang
mengumbar kegembiraan.
Kini, sudah menjelma neraka
yang siap menjilat nyawa.
Bersabarlah, nak.
Sungai kebanggaan itu
meluapkan untahan dari perutnya.
Sekali lagi bersabarlah, nak…
Karena menjinjing dan menggendong bawaan,
lebih baik dari memancing dan berenang.
Selama lilin belum meredup
oleh terpaan hawa dingin dan panas,
sulutkan semangat bangkit!!!
13.15, 27/12/07
Mahmuddin Ridlo,
siswa MTs Nurul Ummah,
Jerit Tangisku
Rintikan mutiara melesat derasnya.
Mereka menari-nari dan melompat-lompat
selama rotasi bumi tak kunjung reda jua.
Nestapa di ambang pintu.
Malaikat maut memasang muka seram.
Kami takut…
Cukup sudah dua belas tempat tinggal kami…
Cukup sudah sawah, peternakan, keduniawiaan kami
jadi bulanan.
Tak dipungkiri, hatiku…Indonesiaku…berkabung.
12.58, 27/12/07
Mahmuddin Ridlo,
siswa MTs Nurul Ummah,
Sampai Kapan Bencana Terhenti…
Mentereng caya sumber kehidupan
masih seukuran tombak, tiba di peraduan.
Helaian hawa segar masih melenakan.
Ku mulai menyantap lembaran-lembaran informasi,
Mengeja kalimat, tuk buka jendela dunia.
Tiba-tiba, semua syaraf tercekik.
Hamparan surga zamrud katulistiwa ini,
luluh lantak.
Tak sanggup pita hitam, mawar, dan kembang kamboja
melupakan goresan luka ini.
Dalam luka yang membabi buta masih mengerang;
Kapan negeri ini hidup tenang?
Hus, jangan bodoh, ini sir Illahi!
14.42, 27/12/07
Mahmuddin Ridlo,
siswa MTs Nurul Ummah,
1. Sir Illahi: rahasia Tuhan
0 komentar:
Posting Komentar